GURU
Karya Putu Wijaya
1.1
Sinopsis
Cerpen ini menceritakan tentang
sesosok anak yang ingin menjadi guru, tetapi mengalami beberapa hambatan dalam
mencapai cita-cita yang diinginkan. Anak itu bernama Taksu, yang merupakan anak
tunggal dan harus mengikuti semua keinginnan orang tuanya. Tetapi ia tetap
ingin mempertahankan cita-cita yang diinginkannya sebagai seorang guru. Sesuai
dengan kutipan dalam cerpen tersebut “ karena guru tidak bisa dibunuh, jasadnya
mungkin saja busuk lalu lenyap, tetapi apa yang diajarkannya tetap tertinggal
abadi bahkan bertumbuh, berkembang, dan memberi a inspirasi pada generasi di
masa yang akan datang.’’ Kata – kata itulah yang menjadi motivasi Taksu untuk
tetap bertahan mencapai cita – citanya, bahkan dia berkata seperti itu karena 28
tahun yang lalu ayahnya yang dulu memberi nasihat untuk menghargai jasa guru ketika ia malas belajar. Tetapi semua itu
hanya sebuah ucapan belaka untuk orang tuanya, karena orang tuanya mengikuti
perkembangan zaman dan orang tuanya berfikir bahwa guru hanya sebuah cita-cita
yang sepele dan rendah di mata kedua orang tuanya. Orang tuanya pun membujuknya
untuk mengikuti nasihatnya yang ia inginkan. Oleh karena itu, orang tuanya
membujuknya dengan beberapa cara memberikan barang-barang mewah. Walaupun
dengan beberapa cara, Taksu tetap mempertahan cita-cita yang ia inginkan.
Kepribadian yang kokoh itulah yang memacu semangatnya.
10 tahun berlalu dan kini, Taksu pun
menjadi seorang guru tetapi bukan guru sembarang guru tetapi guru bagi para
pegawainya ( yang mencapai hingga 10.000 ) dan generasi lainnya. Ia kini
menjadi seorang pengusaha sukses, bahkan ia pun mendapatkan gelar doktor
honoris causa. Serta orang tuanya pun menyadarinya bahwa Taksu kini sudah
menggantikan hidup beban orang tuanya.
1.2 Unsur Instrinsik
1.2.1 Tema
Perbedaan
dalam mengartikan guru
Tema tersebut menceritakan suatu
kesalahpahaman orang tua terhadap cita–cita yang diinginkan oleh anaknya,
sehingga terjadi perbedaan dalam mengartikan “guru”. Cerpen ini sesuai dengan pemikiran Putu Wijaya yang
mengangkat kisah kehidupan tetapi tidak pernah detail dan sulit untuk di tebak
alur ceritanya.
1.2.2 Alur
Campuran
( melingkar )
Putu
wijaya menggambarkan cerpen Guru dengan alur campuran ( melingkar ), terlihat
sekali dalam cerpen tersebut Putu Wijaya selalu mengulang-ngulang kembali latar
dialog antara taksu dengan ayahnya walaupun ada perbedaan pembicaraan tetapi
masih tetap membicarakan hal yang sama. Terlihat jelas dalam kutipan “Bukan
hanya satu bulan tetapi dua bulan kemudian, kami berdua datang lagi mengunjungi
taksu di tempat kosnya dan saya sendiri membawa laptop baru tak hanya itu saja
terlihat juga adanya pengulangan dalam cerpen tersebut dalam kutip tigta bulan
kemudian saya datang lagi ke kosan taksu dengan membawa kunci mobil mewah.”
1.2.3 Sudut Pandang
Sudut
pandang orang pertama
Pengarang
sebagai diceritakan sebagai tokoh ayah karena dalam cerpen tersebut menggunakan
kata “saya”, dalam artian bahwa pengarang juga ikut berperan walaupun tidak
terlalu jelas.
1.2.4 Latar
Tokoh
dalam cerpen tersebut lebih banyak berdialog di tempat kostan Taksu, tetapi
secara tidak langsung latar cerpen tersebut berada di rumah. Sesuai dengan
kutipan “tanpa menunggu jawaban, lalu saya pulang. Saya ceritakan kepada istri
saya apa yang sudah saya lakukan. Saya kira saya akan mendapat pujian tetapi
istri saya bengong.” Selain itu, cerpen itu juga menceritakan tentang kehidupan
kota dan
suasananya berada dalam eramilineum ketiga, sesuai dengan awal pembicaraan
antara ayah dan Taksu pada awal cerpen
1.2.5 Tokoh
Taksu,
Ayah, dan Ibu
1.2.6 Penokohan
Ayah
sebagai pencerita, Ibu sebagai seorang
ibu atau istri, Taksu sebagai seorang anak.
1.2.7 Perwatakan:
Ayah
dalam cerpen Guru memiliki sifat keras dan pemarah terlihat dalam kutipan
cerpen tersebut “kalau kamu tetap saja menjadi guru, aku bunuh kau sekarang
juga!!!”. Selain itu, ayah juga memiliki sifat yang suka meremehkan suatu
profesi. Terlihat sekali pada kutipan cerpen Guru “Profesi guru itu gersang,
boro-boro sebagai cita-cita, buat ongkos jalan pun kurang”. Tidak hanya itu
saja “ Semua guru itu dilnya jadi guru hanya terpaksa, karena mereka gagal
meraih yang lain. Mereka jadi guru asal tidak nganggur saja.”
Putu
wijaya juga menceritakan tokoh ibu sebagai wanita yang keras tetapi penyayang,
sangat terlihat sekali dalam kutipan cerpen tersebut “Taksu! Kamu mau jadi guru
pasti karena kamu terpengaruh oleh puji-pujian orang –orang pada guru itu ya??
Mentang-mentang mereka bilang, guru pahlawan, guru itu berbakti nusa dan
bangsa.” Putu Wijaya juga ingin menceritakan bahwa dalam sifat kerasnya ibu
masih ada rasa sayang ibu kepada anaknya. “Bapak terlalu! jangan perlakukan
anakmu seperti itu!” teriak istri saya. “ Ayo kembali! serahkan kunci mobil itu
pada Taksu!.”
Sedangkan
Taksu dalam cerpen Guru digambarkan sebagai pemuda yang teguh pendiriannya.
Terlihat sekali pada kutipan cerpen tersebut “ Saya sudah bilang saya ingin
jadi guru, kok tanya lagi, Pak” katanya sama sekali tanpa berdosa. Selain
kutipan tersebut, ada satu kutipan yang mempertegas sifat Taksu yang teguh
pendiriannya. “Sebab guru tidak bisa dibunuh. Jasadnya mungkin saja busuk lenyap. Tapi apa yang diajarkannya
tetap tertinggal abadi. Bahkan bertumbuh, berkembang, dan memberi inspirasi kepada
generasi di masa yang akan datang. Guru tidak bisa mati, Pak.” Selain memiliki
sikap teguh pendirian, Putu Wijaya juga ingin menggambarkan Taksu sebagai sosok
pemuda yang penyabar. “Terima kasih, Pak. Bapak sudah memperhatikan saya.
1.2.8 Amanat:
- Berpikirlah
tenang dan positif dalam menyikapi segala permasalahan dalam kehidupan.
- Sebagai
orang tua, tidak boleh memaksakan kehendak kepada anaknya.
- Jangan
menilai sesuatu dengan materi (uang), tetapi nilailah dengan ketulusan dan
kesabaran.